Bukti Kalender, Kejari Sukoharjo Didorong Usut Tuntas Dugaan Pungli dan Korupsi PD Percada

Nanang SN
Ketua Umum LAPAAN RI, BRM Kusumo Putro menunjukkan kalender yang dijual PD Percada kepada siswa di sekolah.Foto:iNews/ Nanang SN

SUKOHARJO,iNewsSragen.id  -  Lembaga Penyelamat Aset dan Anggaran Belanja Negara (LAPAAN) RI mendorong Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukoharjo memperdalam penyelidikan kasus jual beli kalender di sekolah oleh PD Percada tidak berhenti pada dugaan penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran Permendiknas.

Ketua Umum LAPAAN RI BRM Kusumo Putro menyampaikan, kasus jual beli kalender tersebut bukan hanya melanggar Permendiknas saja, tapi juga sudah masuk pada dugaan korupsi dan pungli oleh PD Percada kepada siswa melalui sekolah dengan dalih meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

"Kami juga mendapat informasi bahwa proyek penjualan kalender di sekolah-sekolah itu sudah berlangsung sejak tahun 2021 dan masih berlangsung hingga tahun 2023 ini," kata Kusumo, Senin (14/8/2023).

Bukan hanya sekedar menyampaikan secara lisan, Kusumo juga telah mendapat bukti yang didapat melalui investigasi dilapangan, yaitu beberapa kalender tahun 2022 dan 2023 yang dijual PD Percada ke siswa SMP Negeri dengan harga Rp20 ribu/kalender/siswa.

Bukti dimaksud berupa kalender yang rencananya akan diserahkan ke Kejari Sukoharjo bersamaan dengan mengirim laporan baru tentang dugaan korupsi dan pungli dengan modus meningkatkan PAD. Dalam menjual kalender itu, PD Percada diduga tidak melalui mekanisme yang benar.

Dalam kasus tersebut, PD Percada diduga melanggar UURI No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UURI Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (tipikor).

Patut diduga, PD Percada yang menjual kalender tidak hanya untuk siswa SMP, tapi juga menyasar siswa SD dengan memanfaatkan sekolah itu, melanggar Pasal 3 tentang penyalahgunaan wewenang, Pasal 2 ayat 1 tentang korupsi, dan Pasal 12 huruf e tentang pungli

"Oleh karenanya, kami minta eksekutif dan legislatif,  yakni Bupati dan DPRD untuk segera bersikap dan mengambil langkah tegas agar kasus serupa tidak terulang. Dengan adanya ketegasan, harapannya kepala sekolah bisa fokus tupoksinya, apalagi kasus ini sudah viral.

Langkah dan sikap tegas ini menurut Kusumo juga di perlukan untuk menjaga kredibilitas ekskutif dan legislatif sebagai tangan panjang rakyat.

Sebelumnya, Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Sukoharjo membantah keras pernyataan Direktur PD Percada Maryono, yang menyebutkan bahwa penjualan kalender dilakukan melalui koperasi sekolah serta berdasarkan pesanan.

Ketua MKKS Sukoharjo Viveri Wuryandari menegaskan, bahwa jual beli kalender produk PD Percada tersebut sama sekali tidak melibatkan sekolah, apalagi menjual melalui koperasi sekolah. Selain itu juga tidak ada sosialisasi.

"Kami sudah menolak sejak awal. Namun kami tidak kuasa menghindar ketika Mas Maryono (Direktur Percada-Red) menyampaikan bahwa proyek kalender untuk meningkatkan PAD. Jadi ketika sudah bicara PAD, kami terperangkap untuk loyal dan siap membantu demi kemajuan daerah," ungkapnya.

Meskipun begitu, Viveri menyatakan, bahwa pihak sekolah tidak pernah memesan kalender. PD Percada mencetak kalender yang didalamnya juga menampilkan foto Bupati Sukoharjo itu dengan cara meminta masing-masing sekolah mengirim data jumlah siswa dan foto profil sekolah.

"Tahu-tahu kalender itu dikirim ke kami. Bagi sekolah yang belum mengirim data dan foto profil, dikejar-kejar untuk segera mengirim. Sekarang setelah menjadi masalah, kami disudutkan. Kami seperti dilempar telur busuk," tegasnya.

Dalam kasus ini, sebanyak 9 orang terdiri 8 kepala sekolah SD dan SMP, dan satu orang lagi yaitu Direktur PD Percada telah dipanggil untuk diklarifikasi oleh Kejari Sukoharjo.

Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur PD Percada, Maryono, saat menggelar jumpa pers padal, Kamis (10/8/2023) lalu, mengatakan bahwa PD Percada yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tugasnya adalah mencari keuntungan untuk meningkatkan PAD.

Ia mengelak jika penjualan kalender di sekolah-sekolah itu disebutkan melanggar Permendiknas. Aturan itu ditafsirkan, yang tidak boleh menjual adalah oknum guru, atau kepala sekolah. Tapi kalau melalui koperasi tidak masalah.

"Soal aturan Permendiknas itu perlu ditafsirkan bahwa tidak boleh ada oknum yang berjualan di sekolah. Tapi kalau untuk (lewat-Red) koperasi, ya kenapa tidak karena koperasi dibentuk untuk mendapatkan keuntungan bagi sekolah," sebut Maryono.

Editor : Joko Piroso

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network