GROBOGAN, iNewsSragen.id - Seorang mafia tanah di Grobogan, Dwi Bagus Yosianto, yang terbukti memalsukan dokumen dan merugikan negara senilai ratusan miliar rupiah, divonis hukuman selama dua setengah tahun penjara. Terdakwa mengaku banding atas putusan hakim. Kasus ini mencuat setelah dua perusahaan saling klaim dan laporkan ke aparat penegak hukum dalam penguasaan lahan tanah seluas dua setengah hektar pada tahun 2023 lalu.
Terdakwa kasus mafia tanah, Dwi Bagus Yosianto, yang juga sebagai pemilik PT Azam Anugera Abadi atau AAA, terduduk lesu ketika mendengar putusan majelis hakim yang diketuai oleh Pranata Subhan, yang memvonis dua setengah tahun penjara. Vonis hakim tersebut jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut hukuman selama enam tahun penjara.
Dwi Bagus Yosianto, atau yang akrab dipanggil Yosi, didakwa telah melakukan pelanggaran hukum dengan memalsukan surat dokumen serta telah merugikan negara sebesar Rp 289 miliar terkait kasus tersebut. Kasus ini mencuat pada tahun 2023 setelah pelapor, Didik Prawoto, selaku pemegang PT Azam Laksana Intan Buana atau Alib, melaporkan balik terdakwa. Didik dilaporkan atas kasus yang sama, yaitu pemalsuan surat dan dokumen perusahaan pada tahun 2017 lalu.
Yosi mengklaim bahwa hak guna bangunan (HGB) atas tanah seluas 82 hektar yang berada di Desa Sugihmanik, Kecamatan Tanggungharjo, Grobogan, Jawa Tengah, tersebut sah dikuasai oleh PT Azam Anugerah Abadi dengan bukti surat dan dokumen yang dimiliki oleh terdakwa. Setelah berbagai jalur damai yang ditempuh oleh PT Alib dengan PT AAA tidak selesai dan semakin meruncing, Didik akhirnya mengumpulkan seluruh bukti untuk diserahkan ke kejaksaan.
Widiarso Dwi Nugroho, Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Grobogan, Jawa Tengah, menyatakan bahwa terdakwa adalah seorang mafia tanah yang merugikan uang negara senilai dua ratus delapan puluh sembilan juta rupiah. Dimana banyak investor yang telah membatalkan dan mencabut kontrak kerjasama dalam pembangunan sebuah pabrik skala besar di lahan seluas delapan puluh dua hektar tersebut. Selain itu, dengan adanya pembatalan investasi tersebut, masyarakat sekitar juga akan dirugikan.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait