SUKOHARJO,iNewsSragen.id - Kartasura yang menjadi salah satu dari 12 kecamatan yang ada di Kabupaten Sukoharjo, kini memiliki ikon budaya berupa sebuah nama yaitu, Kyai Wanakerta yang juga dijadikan nama seperangkat gamelan untuk mengiringi pertunjukan pagelaran wayang kulit.
Peresmian ikon budaya itu dikemas dalam acara halal bihalal dengan tema "Lebar, Luber, Lebur Ing Manah" serta pentas wayang kulit oleh lima dalang cilik bersama The Power Of Gamelan Kyai Wanakerta di gedung PKP Kartasura, Sukoharjo, Sabtu (11/5/2024) malam.
Tokoh masyarakat Kartasura yang juga pemrakarsa acara, Djuyamto, mengungkap bahwa asal usul nama Kartasura dahulu bernama Wanakerta yang dipilih menjadi ibukota baru Kasultanan Mataram setelah pindah dari Plered Yogyakarta.
"Kenapa dikasih nama Wanakerta? Dulu waktu Amangkurat II mencari ibukota Mataram yang baru karena (keraton) Plered sudah dijebol, ada tiga pilihan yaitu, Wanakerta, Tingkir, dan Logender. Yang dipilih Wanakerta. Wanakerta itu dimana? Ya Kartasura ini," kata Djuyamto.
Dengan dijadikannya nama Kyai Wanakerta sebagai ikon budaya, Djuyamto menginginkan agar Kartasura yang pernah dijadikan pusat pemerintahan kerajaan pada jaman Mataram, kembali bersinar dan dikenal oleh masyarakat di seluruh penjuru negeri hingga mancanegara.
"Kartasura bukan sekedar kota kecamatan, oleh karenanya kita mesti bangga menjadi warga Kartasura. Mari bersama-sama kita kembalikan kejayaan Kartasura, kita lestarikan budayanya sampai nanti" tegasnya.
Tokoh masyarakat Kartasura, Djuyamto, menyerahkan wayang kepada dalang cilik Ki Fathan Assegaf Putra dalam acara halal bihalal dan peresmian Kyai Wanakerta senagai ikon budaya Kartasura.Foto:iNews/ Nanang SN
Sementara, Ketua Panitia Halal Bihalal KRAT Suratno menjelaskan, acara halal bihalal dengan pentas wayang kulit sekaligus peresmian Kyai Wanakerta sebagai ikon budaya Kartasura melibatkan seluruh unsur dan elemen masyarakat yang ada di Kartasura.
"Meliputi organisasi masyarakat, instansi, dan komunitas. Kurang lebih sekira 95 elemen dan komunitas, mereka hadir menjadi satu. Jadi acara ini sangat luar biasa karena melibatkan semua unsur warga yang ada di Kartasura. Kami saling bersinergi menjadi satu kesatuan," ungkapnya.
Menyinggung tentang pentas wayang kulit dengan dalang cilik, ia menjelaskan, merupakan penegas unsur budaya yang ada di Kartasura dimana gamelan Kyai Wanakerta koleksi Djuyamto yang selama ini hampir tidak pernah dimainkan, untuk kali pertama berbunyi dengan para pengrawit atau penabuhnya adalah warga Kartasura sendiri terdiri mayoritas anak muda.
"Ada lima dalang cilik yang memainkan dua lakon (cerita-Red), yaitu "Gatotkaca Lahir" dimainkan secara marathon oleh empat dalang cilik, dan satu lakon "Anoman Duta atau Anoman Obong" yang dimainkan oleh satu dalang cilik Ki Fathan Assegaf Putra. Selain itu juga ada sinden ciliknya. Total keseluruhan, dalang cilik dan sinden cilik ada 12," pungkas Suratno.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait