Menurut Bambang, jika Pilkada diselenggarakan dengan sistem tidak langsung, nantinya para calon tetap menyampaikan visi-misi saat seleksi dan diuji di depan anggota DPRD di masing - masing daerah pemilihan.
"Dengan sistem Pilkada dipilih DPRD, calon (kepala daerah) juga lebih hemat. Bahkan bisa saja tidak mengeluarkan biaya apapun. Siapapun juga tetap bisa mencalonkan atau dicalonkan," ujarnya.
Disisi lain, Bambang memiliki pemikiran jika sistem Pilkada dipilih oleh DPRD, maka yang perlu dikaji lebih mendalam adalah terkait Undang-undang Pemilu perihal parliamentary threshold (PT) untuk syarat partai mencalonkan kepala daerah. Apakah masih digunakan atau tidak?
"Tidak masalah jika nanti ada banyak calon, tetapi memang harus dikaji kualitas daripada sang calon, jangan asal calon yang bisa maju," sambungnya.
Bambang juga menyebut sistem Pilkada melalui DPRD dapat menjadi solusi untuk mengurangi biaya besar dan mengatasi efek negatif dari Pilkada langsung, seperti polarisasi masyarakat dan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN).
"ASN itu biasanya kena dampak sistem Pilkada langsung, seperti mobilisasi dan politik balas dendam. Jadi, kalau sistem yang sekarang nggak ada etika (pelanggaran netralitas ASN dan mobilisasi). Itu adalah beberapa dampak negatif pemilihan langsung," pungkasnya.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait