Diungkapkan, para korban sebagian besar adalah warga biasa, ada yang pensiunan, ibu rumah tangga, dan pekerja informal. Mereka berharap dana yang ditanamkan di koperasi tersebut bisa menjadi tabungan untuk masa depan. Namun, hasilnya sekarang mereka justru menjadi korban dugaan penipuan dan penggelapan.
"Saat ini dana mereka tidak bisa ditarik, dampaknya sangat terasa , baik secara ekonomi maupun psikologis," sambung Kusumo, didampingi anggota tim hukum terdiri Muhammad Bagus Adi Wicaksono, Ismana Hendra Setiyawan, dan Naufal Rikza.
Atas kasus yang diduga pelakunya seorang oknum kepala sekolah salah satu SMA di Kota Solo berinisial W itu, Kusumo dan tim hukum mendampingi korban membuat aduan nomor STBP/471/VI/2025/ Reskrim di Polresta Surakarta, tentang dugaan tindak pidana penggelapan dan penipuan merujuk Pasal 372 KUHP dan Pasal 378 KUHP.
"Melalui aduan ini, kami menyampaikan fakta hukum dan dokumen yang kami miliki. Penanganan kasus ini sepenuhnya kami serahkan pada aparat penegak hukum secara profesional dan transparan," imbuhnya.
Pengakuan salah satu korban bernama Bambang (61) warga Banjarsari, Kota Solo, bahwa dirinya sudah menjadi anggota koperasi KPS Surakarta sejak 2018. Ia menderita kerugian sebesar Rp300 juta, yang mana uang sebanyak itu merupakan hasil gajinya sebagai sales rokok kemudian ia setorkan sebagai deposito di koperasi itu secara bertahap.
"Awal saya tertarik ikut deposito di koperasi itu karena dijanjikan bunga tinggi 12%, dan kebetulan rumahnya (pengelola koperasi) dekat dengan rumah saya. Dari sejak awal saya investasi, sampai sekarang sama sekali belum pernah menerima sepeserpun hasilnya," bebernya.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait