SUKOHARJO,iNewsSragen.id - Sekira 100 orang pendukung bakal pasangan calon (bapaslon) bupati-wakil bupati jalur perseorangan, Tuntas Subagyo- Djayendra Dewa, kembali melakukan aksi unjuk rasa di kantor Bawaslu Sukoharjo, Kamis (5/9/2024)
Unjuk rasa sebagai bentuk protes itu merupakan buntut kekecewaan terhadap keputusan Bawaslu Sukoharjo yang menolak kehadiran saksi ahli dalam musyawarah sengketa pemilihan dengan agenda pengesahan alat bukti tertulis dari pemohon dan termohon.
Anggota Bawaslu Sukoharjo dari Kordiv Penyelesaian Sengketa, Eko Budiyanto, yang memimpin jalannya musyawarah sengketa pemilihan menyatakan menolak keinginan pemohon dalam hal ini Tuntas - Djayendra melalui kuasa hukum yang akan menghadirkan saksi ahli.
"Untuk permintaan dari pemohon terkait dengan akan menghadirkan saksi ahli, kesepakatan dari majelis, tadi kami sudah bermufakat. Kami dari majelis menolak untuk (kehadiran) saksi ahli," kata Eko kepada kuasa hukum Tuntas-Djayendra.
Atas penolakan itu, Indra Tri Angkasa selaku kuasa hukum Tuntas-Djayendra langsung menjawab dengan menyatakan keberatan. Ia mengatakan, dalam penyelesaian sengketa apapun, termasuk kepemiluan, semestinya juga diberikan kesempatan bagi pemohon untuk menghadirkan ahli.
"Karena kami pernah menjadi kuasa hukum dalam proses verfak parpol pada 2023 lalu, bahwa Bawaslu memberi kesempatan pada kami untuk menghadirkan ahli. Dan itu dalam pandangan kami menjadi hak konstitusi setiap warga negara, terutama bagi yang sedang bersengketa," kata Indra.
Indra menjelaskan, tujuan menghadirkan saksi ahli adalah untuk mendengarkan pendapatnya terkait persoalan perdebatan norma yang termuat dalam keputusan KPU maupun PKPU, UU Nomor 10 tahun 2024, dan hal lain tentang kepemiluan.
"Musyawarah sengketa yang sudah berjalan beberapa hari ini, kami menangkap dari jawaban teman-teman termohon (KPU-Red) ada upaya memunculkan perdebatan norma. Maka agar proses musyawarah sengketa ini berjalan dengan adil, kami berkepentingan menghadirkan ahli yang memiliki kompetensi," paparnya.
Harapan Indra, jika permohonan menghadirkan saksi ahli dapat dikabulkan, setidaknya dapat dijadikan sebagai salah satu dasar Bawaslu Sukoharjo mengambil keputusan dalam musyawarah sengketa pemilihan.
"Jadi, apapun nanti putusan yang diambil Bawaslu, itu punya dasar hukum yang rasional, yang bisa diterima siapapun. Termasuk masyarakat awam. Tapi, jika putusan Bawaslu tidak bisa dipahami oleh kelompok terdidik, atau kaum cendekiawan karena ada persoalan, itu punya konsekuensi hukum yang berbahaya," paparnya.
Menurut Indra, secara etis sikap majelis dari Bawaslu Sukoharjo telah melanggar kode etik sebagai penyelenggara pemilu. Atas sikap majelis Bawaslu Sukoharjo tersebut, ia menyatakan akan melaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP).
"Yang jelas, kami tidak bisa menerima keberatan mereka (Bawaslu-Red) karena alasan waktu. Kami sudah berhitung terkait waktu musyawarah sengketa kan 12 hari (sampai Senin, 9 September), lalu apa susahnya, besok (Jum'at, 6 September) menghadirkan saksi ahli, Sabtu (7 September) kesimpulan, Minggu (8 September) jeda, Senin baru putusan," pungkasnya.
Editor : Joko Piroso