Warga Sragen Tempuh Jalur Ombudsman, Lahan Keluarga Diduga Dicaplok Pengembang Perumahan

Versi Desa: Ada Selisih Ukuran 20 Sentimeter
Sementara itu, Sekretaris Desa Pelemgadung, Zepri Martin, menjelaskan bahwa persoalan ini sudah muncul sejak Mei 2024. Saat Aris meminta pengukuran ulang, kondisi di lapangan sudah berbeda dari data awal karena pondasi perumahan telah berdiri.
Dari hasil pengecekan, ditemukan selisih ukuran sekitar 20 sentimeter di sisi belakang lahan. Meski tampak kecil, perbedaan itu cukup untuk memicu sengketa batas tanah.
“Kami hanya mencocokkan data di buku rijek desa dan letter C. Memang ada perbedaan ukuran, tapi panjang tidak diukur karena sudah ada jalan dan saluran lama yang mengurangi area,” jelas Zepri.
Ia mengaku pihak desa sudah menasihati kedua belah pihak agar menyelesaikan masalah secara kekeluargaan. Namun karena tak ada titik temu, kasus ini berlanjut hingga ke ranah hukum.
Sejumlah warga sekitar menilai konflik ini terjadi karena lemahnya koordinasi antara pengembang dan pemerintah desa sejak awal pembangunan. Mereka berharap Badan Pertanahan Nasional (BPN) segera turun tangan melakukan pengukuran ulang agar tidak menimbulkan spekulasi.
“Kalau dari awal pengembang koordinasi, mungkin nggak sampai begini. Sekarang pondasi sudah berdiri, baru ramai soal batas tanah,” ujar Riyanto, warga sekitar yang rumahnya berdekatan dengan proyek tersebut.
Kasus ini kini masuk tahap mediasi internal desa. Pemerintah desa mengaku siap menjadi fasilitator mempertemukan kedua pihak, namun tidak menutup kemungkinan perkara ini kembali berlanjut ke ranah hukum jika tidak ada kesepakatan.
Editor : Joko Piroso