Di 2018, dengan dana yang ada, Muhlas berinisiatif untuk menyewa sebuah rumah kosong sebagai tempat sekaligus kantor, untuk menimbun dan memilah sampah.
Namun, saat pandemi Covid 19 BSM yang ia dirikan ikut terdampak. Harga sampah rosok anjlok drastis.
Sementara BSM berkewajiban mengembalikan tabungan masyarakat sesua kesepakatan .
“Sesuai perjanjian, walau harga turun atau naik, tabungan harus kami kembalikan sesuai nilai (yang disepakati),” kata Muhlas.
Di tengah situasi itu, Muhlas mencoba memberanikan diri untuk membuat dan mengajukan proposal kepada PT Pertamina EP Cepu pada tahun 2019.
“Awalnya, kami tidak begitu yakin program ini mau didukung Pertamina. Tapi akhirnya pada 2020, kami dikabari kalau Pertamina mau mendukung kegiatan bank sampah kami,” kata Muhlas.
Pertamina memberikan bantuan pelatihan manajemen pengelolaan sampah. “Tim kami dilatih mengelola sampah dengan baik, termasuk cara pembukuan, mulai dari pencatatan buku tabung hingga ada studi tiru. Kami mendapat bantuan kendaraan roda ketiga, mesin pencacah organik, bak pilah sampah, dan alat tulis kantor,” kata Muhlas.
Tak berhenti begitu saja, untuk mengembangkan BSM nya, Iapun menyempatkan diri ke Banyumas, Jawa Tengah, untuk belajar tempat pengelolaan sampah terpadu.
Kemudian hasil studi tiru, ia terapkan untuk mengelola sampah secara keseluruhan, artinya ia tidak hanya dianggap sebagai tukang rosok, namun juga berkembang mengolah sampah organik.
“Kami ingin mengolah sampah-sampah plastik di sekolah, di warung-warung, menjadi konversi BBM. Minimal untuk bahan bakar operasional kami. Kedua, kami ingin mengelola limbah organik dengan konversi magot (lalat hitam). Ke depan itu yang sedang kami genjot. Sampah magot dan sampah rongsok nominalnya cukup untuk membayar pajak,” katanya.
Editor : Sugiyanto
Artikel Terkait