Anisa, salah satu warga, mengaku sangat menantikan tradisi ini setiap tahun.
“Ini budaya yang harus kita lestarikan. Seru dan penuh makna,” ujarnya, Senin (14/4/2025).
Sementara itu, Mustamir, peserta perang nasi lainnya, turut membagikan keseruannya.
“Setelah lempar-lemparan nasi ya biasa saja, nggak ada yang marah. Namanya sawura, semua dilakukan dengan hati senang, tanpa dendam,” katanya sambil tersenyum.
Makna Budaya dan Syukur
Ketua RW 10 Dukuh Boleran, Bambang, menegaskan bahwa perang nasi bukan sekadar permainan, melainkan simbol dari kekompakan dan rasa syukur warga atas rezeki yang diterima.
“Kami juga mengarak hasil panen untuk menunjukkan betapa kami menghargai apa yang telah diberikan alam,” jelasnya.
Dengan penuh semangat kebersamaan, tradisi Gas Deso menjadi simbol kekuatan budaya lokal yang tetap hidup di tengah arus modernisasi. Melalui kegiatan ini, warga tak hanya merayakan hasil panen, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dan menjaga warisan leluhur agar terus lestari.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait