Menurutnya, kebocoran bangunan cagar budaya nasional itu karena pergantian atap yang awalnya kayu sirap, oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jateng pada tahun 1985 diganti dengan asbes yang mudah rapuh dan patah.
"Ketika ada kerusakan, maka perbaikan untuk mengganti yang bocor sangat sulit dilakukan karena asbes rentan patah saat diinjak," ujarnya.
Dengan kondisi itu, Gusti Nino hanya bisa berharap adanya bantuan dari pemerintah maupun masyarakat yang peduli dengan Pesanggrahan Langenharjo. Saat ini, kebocoran atap ditemukan di delapan titik.
"Sebenarnya tempat ini sejak kami kelola, mulai sering digunakan menggelar kegiatan - kegiatan seni budaya. Seniman-seniman, khususnya seni budaya Jawa, kami harapkan bisa datang kesini untuk menggelar pentas. Kami terbuka untuk siapa saja," ujarnya.
Keprihatinan atas kondisi Pesanggrahan Langenharjo tersebut juga diungkapkan oleh Ketua Umum Forum Budaya Mataram (FBM), BRM Kusumo Putro, setelah melihat langsung dan bertemu Gusti Nino.
"Kami sangat prihatin setelah melihat kondisi Pesanggrahan Langenharjo. Bangunan yang merupakan bagian dari sejarah bangsa Indonesia ini kerusakannya cukup parah," kata Kusumo yang datang saat hujan sedang turun.
Menurutnya, kerusakan bangunan yang awal berdirinya dimulai oleh PB IX (1861-1893) tepatnya pada tahun 1870, dan diteruskan pada masa PB X (1893-1939) ini, semestinya menjadi tanggung jawab semua pihak, terutama pemerintah.
Editor : Joko Piroso