SUKOHARJO,iNewsSragen.id - Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang baru saja digulirkan pemerintah melalui pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi), ramai mendapat tanggapan berupa penolakan di berbagai daerah, salah satunya di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Forum Peduli Buruh (FPB), dan Serikat Pekerja Nasional (SPN) yang ada di Kabupaten Sukoharjo kompak menolak PP Tapera. Penolakan itu terungkap dalam pertemuan audiensi dengan Komisi IV DPRD Sukoharjo, Rabu (5/6/2024).
Dalam audiensi itu, perwakilan dari SPN Sukoharjo menyampaikan permohonannya kepada DPRD jika memungkinkan dapat memfasilitasi ke Jakarta untuk bertemu dengan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal (Purn) Moeldoko. Tujuannya untuk menyampaikan penolakan pemberlakuan Tapera.
Dalam audiensi itu, mereka mempertanyakan apa manfaat dari program Tapera yang termuat dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 atas perubahan dari Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 itu.
"Ada kekhawatiran dari pengusaha dan pekerja karena PP 21 tersebut sudah diundangkan maka tidak dapat dirubah. Kami menyarankan untuk optimalisasi program layanan tambahan BP Jamsostek," kata Ketua APINDO Sukoharjo Yunus Ariyanto.
Menanggapi, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sukoharjo, Agus Sumantri menyampaikan, bahwa tentang keberatan buruh dan perwakilan pengusaha atas Tapera, pihaknya akan bertindak sebagai jembatan untuk menyampaikan ke pimpinan DPR di tingkat pusat.
"Kami dari Komisi IV intinya menjalankan fungsi menjembatani sikap dan tanggapan buruh serta perwakilan perusahaan yang ada di Kabupaten Sukoharjo, terkait munculnya PP 21 Tahun 2024, tentang Tapera," ujar Agus.
Setelah dilakukan permintaan penjelasan kepada sejumlah dinas dan instansi terkait yang juga dihadirkan dalam audiensi, Komisi IV mendapat jawaban bahwa Tapera akan diberlakukan pada 2027.
"Jadi menurut kami, terlalu dini untuk dilakukan pembahasan, karena berlakunya masih lama. Namun, memang diperlukan sikap dari para buruh menanggapi Tapera itu. Pada prinsipnya mereka keberatan," ungkap Agus.
Iuran Program Tapera berkisar di angka 3% Dimana 2,5% menjadi tanggungan pekerja sementara sisanya, 0,5% dibayarkan perusahaan tempatnya bekerja.
"Padahal kami tahu persis para buruh itu pendapatan atau gajinya dari perusahaan sudah dipotong sekira 20%. Mereka juga mempertanyakan, bagaimana nanti jika buruh yang gajinya dipotong Tapera itu belum.sampai pensiun meninggal dunia. Apakah masih bisa mengambil kredit rumah?," ucap Agus.
Kebijakan Tapera dinilai kurang rasional. Karena jika dihitung secara sistematis hasil akumulasi dari iuran bulanan ini tidak akan mencukupi untuk membeli rumah. Bahkan hingga pekerja itu pensiun sekalipun.
"Kalau buruh yang gajinya dipotong iuran Tapera ini sebelum.pensiun meninggal dunia maka uangnya dikembalikan ke ahli waris, bukan diwujudkan rumah yang bisa dilanjutkan angsurannya oleh ahli waris. Ini kan lebih parah lagi," imbuh Agus.
Sebagai informasi PP Tapera sendiri merupakan turunan dari UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. PP ini meminta masyarakat untuk membayar iuran sebesar 3% dari gaji bulanan.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait