Untuk menjaga agar sumber air tetap awet dan tidak cepat kering, warga memasang bis beton di sekeliling sumber air.
Namun, air resapan ini mengandung zat kapur sehingga tidak bisa dikonsumsi dan hanya digunakan untuk mandi dan mencuci.
Untuk kebutuhan memasak, makan, dan minum, warga harus membeli air bersih yang harganya cukup mahal, sekitar seratus lima puluh hingga dua ratus ribu rupiah per tangki, tergantung kondisi jalan dan jarak lokasi pemukiman.
Selama empat bulan krisis air bersih ini, warga mengaku belum menerima bantuan air bersih dari pemerintah.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Grobogan, saat ini ada tujuh puluh desa di sembilan belas kecamatan yang dilanda krisis air bersih.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait