FKUB Dinilai Persulit Pendirian GJKI MD di Kartasura, Jemaat Ibadah di Tenda

Nanang SN
Terhambat izin pembangunan gereja, jemaat GJKI Milenium Damai melaksanakan ibadah ditanah terbuka dengan atap tenda di Wirogunan, Kartasura, Sukoharjo.Foto:iNews/Nanang NS

SUKOHARJO,iNewsSragen.id -  Kegiatan ibadah ditanah lapang terbuka dengan tenda peneduh, terpaksa dilakukan ratusan orang dari Gereja Jemaat Kristus Indonesia (GJKI) Milenium Damai (MD) di Desa Wirogunan, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, Minggu (15/9/2024).

Hal itu dilakukan lantaran lahan tempat mereka melaksanakan ibadah tersebut belum juga mendapat izin rekomendasi untuk dibangun gereja. Sudah 10 tahun lebih, proses izin dijalankan, namun tertahan di Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Sukoharjo.

"Hari ini kami beribadah, khusus untuk perizinan (bangunan gereja). Kami selama ini bisa dikatakan menggembara berpindah-pindah. Tanah ini dari Tuhan (hibah dari jemaat), dan memang tujuannya untuk dibangun sebagai tempat beribadah, karena kami nggak ada tempat," kata Pdt. Ari Suksmono usai memimpin ibadah.

Ia mengaku sudah sejak 2013 silam, atau hampir 11 tahun lamamya mengurus perizinan pendirian rumah ibadah bagi jemaat GJKI MD. Namun setelah seluruh syarat seperti persetujuan masyarakat sekitar minimal 60 orang didapatkan dan dukungan dari jemaat minimal 90 orang juga sudah dilampirkan, oleh FKUB belum juga diberi rekomendasi.

"Jadi ini terhenti di FKUB. Rekomemdasi FKUB ini nanti yang akan diteruskan ke Bupati. Kami berdo'a untuk pemerintahan yang akan datang agar lebih tegas, lebih melindungi minoritas. Tidak hanya disini saja, tapi juga untuk tempat-tempat (minoritas) yang lainnya," ujar Suksmono.

Dengan jumlah jemaah yang mencapai hampir 700 orang terdiri dari Sukoharjo, Klaten, Solo, dan sekitarnya, Suksomono mengaku dalam kenyamanan dan kekusyukan sedikit terganggu saat menjalankan peribadatan lantaran sering berpindah-pindah tempat.

"Jemaat kami bukan lagi puluhan (jumlahnya). Kalau hanya puluhan bisa enak pindah-pindah tempat, gak jadi masalah. Tapi ini cukup banyak, ini mau ditempatkan dimana. Apakah kami harus membentuk gereja bawah tanah seperti di China? Kami pikir itu tidak baik juga bagi pemerintah karena tidak ada pembinaan dan pembimbingan. Kalau sudah bawah tanah semuanya silent," paparnya.

Sementara, Ketua Pembangunan Gereja, Stefanus Marsigit Sri Hartono mengaku, lahan yang akan digunakan untuk mendirikan gereja memiliki luas sekira 4.700 m2. Dalam proses mengurus perizinan sudah berulangkali melakukan komunikasi dengan FKUB. Berbagai persyaratan yang diminta juga sudah dipenuhi dan dilengkapi.

"Dan, bahkan dari FKUB sendiri juga sudah menyatakan bahwa persyaratan yang diminta supaya dilengkapi itu sudah lengkap. Saat ini sebenarnya tinggal menunggu saja (keluarnya izin rekomendasi), tapi kenapa belum keluar?," ujarnya.

Disebutkan, jika mengacu pada Peraturan Bersama Dua Menteri yang dikenal dengan SKB Dua Menteri tahun 2006, saat proses pengajuan izin pada tahun 2013, panitia pembangunan gereja menyerahkan bukti persetujuan warga sekitar lokasi dan dukungan dari jemaat, dengan jumlah sebanyak tiga kali lipat dari yang disyaratkan.

"Dari syarat tanda tangan persetujuan yang diminta minimal 60 orang diluar jemaat, kami bahkan menyerahkan lebih dari itu jumlahnya, total ada 172 orang. Terus setelah pengurus FKUB berganti dengan yang baru, kami diverifikasi dan diminta melengkapi lagi syaratnya, itupun juga kami laksanakan dengan jumlah yang kami serahkan melebihi dari minimal persyaratannya,"  terang Marsigit.

Suksmono dan Marsigit, menegaskan bahwa terkait dukungan maupun persetujuan warga sekitar lokasi pembangunan gereja, sudah tidak ada persoalan. Pangkal persoalan yang sebenarnya, disebutkan justru di FKUB dan pemerintah daerah yang terkesan diskriminatif terhadap minoritas.

"Ya, harapannya supaya kami diperhatikan juga. Karena jemaat terus berkembang, kami tidak bisa membiarkan berpindah-pindah tempat untuk beribadah. Harus ada tempat yang jelas, karena kalau terus seperti ini tidak baik," tegasnya.

Ditambahkan, sejak empat tahun terakhir jemaat GJKI MD dalam menjalankan peribadatan menempati Gereja Bunga Bakung yang berlokasi di Norowangsan, Pajang, Laweyan, Solo, dengan status mengontrak.

Diketahui, persoalan hambatan perizinan tempat ibadah jemaat GJKI MD ini juga pernah diadukan ke Gubernur Jateng Ganjar Pranowo pada, 24 Juni 2023 silam melalui aplikasi Lapor Gub!. Namun dari disposisi yang disampaikan belum juga selesai dijalankan.

Hingga berita ini ditulis, Ketua FKUB Sukoharjo, Zainul Abas, saat dihubungi terpisah melalui sambungan telepon dan pesan singkat WhatsApp untuk dikonfirmasi terkait persoalan tersebut, masih belum memberikan tanggapan.

Editor : Joko Piroso

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network