Tiga alasan dimaksud menurut Taufiq adalah, pelakunya sudah meninggal dunia, pasal yang digunakan sudah tidak berlaku atau sudah dicabut, dan kekurangan alat bukti.
"Karena pada September 2013 itu AP sudah diterbitkan SPDP dan sudah ditetapkan sebagai tersangka, tetapi ketika tadi kami ngecek kesana (Polsek Kartasura), dari pihak kepolisian mengatakan, pertama tidak ada SP3, dan kedua, perkara ini disebutkan di asistensi oleh Polda Jateng," ujarnya.
Atas jawaban itu, Taufiq menilai bahwa pihak kepolisian telah berbohong, karena berdasarkan pengecekan di Kejari Sukoharjo, sama sekali belum pernah menerima SPDP dari kepolisian.
"Padahal yang namanya SPDP itu harus diberikan kepada tiga pihak, satu kejaksaan, kedua pelapor, dan yang ketiga terlapor. Nah, dari jawaban itu saya berkesimpulan bahwa polisi sudah sakit kembung, kemudian polisi ini tidak mengamalkan salah satu ajaran Kapolri, yaitu Presisi," ucapnya.
Oleh karenanya, berdasarkan hasil konfirmasi ke Polsek Kartasura dan Kejari Sukoharjo tersebut, Taufiq menuntut agar perkara AP yang sudah jadi tersangka pada 2013 dinaikkan untuk segera dilimpahkan ke kejaksaan.
"Kalau mereka tidak mau menaikkan itu, Kapolsek sama Kapolres saya minta mundur. Dari perkara ini sangat jelas bahwa AP, pasti sudah ada apa-apanya dengan kepolisian, kemudian polisi tidak bertindak profesional. Kalau kita memakai standar hukum acara, berperkara itu harus cepat dan murah. Dan yang paling mahal dari peristiwa ini adalah, tidak adanya kepastian hukum," tegas Taufiq.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait