SUKOHARJO,iNewsSragen.id - Zaenal Mustofa (ZM), salah satu advokat penggugat ijazah SMA Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) yang ditetapkan Polres Sukoharjo sebagai tersangka pemalsuan dokumen transfer kuliah atas laporan Asri Purwanti (AP), mengaku merasa dikriminalisasi.
"Penyidik telah melakukan upaya kriminalisasi terhadap saya. Maka selayaknya dilakukan tindakan atau proses hukum terhadap penyidik sesuai Undang-undang yang berlaku," kata ZM menanggapi penetapan tersangka terhadap dirinya, Rabu (23/4/2025).
Ia menilai, dalam perkara itu AP tidak mempunyai legal standing untuk melaporkan dirinya terkait dugaan pemalsuan dokumen transfer kuliah mahasiswa dari Fakultas Hukum (FH) UMS ke FH UNSA yang terjadi pada 2008 silam
"Bahwa laporan saudara AP yang dimaksud adalah peristiwa pelanggaran hukum yang terjadi di tahun 2008, atau 15 tahun lalu. Itu pun saya tidak mengetahui dan melakukan perbuatan yang dilaporkan saudara AP," terangnya.
ZM yang juga melaporkan AP ke Polres Sukoharjo perihal dugaan pencemaran nama baik, mengklaim bahwa perkara tersebut sudah masuk dalam daluwarsa suatu perkara sebagaimana tertuang dalam Pasal 78 sampai dengan Pasal 80 KUH Pidana.
"Patut diduga saudara AP membuat laporan palsu dengan membuat seolah-olah pada 2019 telah terjadi peristiwa hukum dugaan tindak pidana pemalsuan surat, atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat-surat itu asli dan tidak dipalsukan," ucapnya.
Terpisah AP yang juga seorang advokat melaporkan ZM ke Polres Sukoharjo pada Februari 2023 dengan Nomor STTA/150/II/2023/RESKRIM, atas dugaan pemalsuan dokumen transfer kuliah mahasiswa. Ia menyatakan memiliki bukti dan sudah diserahkan ke penyidik.
"Bukti berupa dokumen itu diantaranya keterangan dari kampus UMS yang memastikan bahwa Nomor Induk Mahasiswa (NIM) C100010099 yang digunakan ZM untuk kuliah di Fakultas Hukum UNSA sebagai mahasiswa dengan status transfer adalah milik orang lain bernama Anton Wijanarko," kata AP.
AP juga menyinggung perihal tudingan bahwa perkara yang dilaporkannya sudah daluwarsa. Ia meyakini, jika perkara dugaan pemalsuan dokumen yang dilaporkannya itu belum daluwarsa.
"Sebagai seorang advokat, saya juga tahu aturan penuntutan. Untuk menghindari adanya ketidakpastian hukum dalam penghitungan daluwarsa pemalsuan surat sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 79 angka 1 KUHP, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menerbitkan Putusan Nomor 118/PUU-XX/2022 pada 2023 lalu," ujarnya.
Mengutip bunyi putusan MK, ia menyebut, bahwa untuk menghindari adanya ketidakpastian hukum dalam penghitungan daluwarsa pemalsuan surat sebagaimana ketentuan Pasal 79 angka 1 KUHP adalah pada hari sesudah pemalsuan surat tersebut diketahui, dipergunakan, dan menimbulkan kerugian.
"Dari keputusan MK itu sudah sangat jelas, bahwa saya mengetahui dokumen transfer kuliah ZM yang diduga palsu itu pada 2019 dari LLDIKTI Wilayah VI, dimana dikatakan ada peristiwa hukum. Kalau dihitung sejak saya mengetahui, maka baru empat tahun atau dengan kata lain belum daluwarsa," tegasnya.
Terakhir, perihal legal standing, AP menegaskan bahwa dirinya juga merupakan bagian dari korban ZM dalam statusnya sebagai seorang advokat. AP menyatakan menjadi kuasa hukum seseorang yang diduga diperas ZM, dan kasusnya sudah dilaporkan ke Polres Sukoharjo.
"Artinya, saya juga punya legal standing untuk melaporkan yang bersangkutan ke polisi," pungkasnya.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait