Kasus ini merupakan bagian dari penyidikan dugaan korupsi penentuan dan pembagian kuota haji 2023–2024 di Kementerian Agama (Kemenag). Perkara tersebut berawal ketika Indonesia mendapatkan tambahan kuota haji sebanyak 20.000 jemaah dari pemerintah Arab Saudi.
Sesuai regulasi, pembagian kuota itu seharusnya mengikuti ketentuan 92 persen untuk jemaah reguler dan 8 persen untuk jemaah khusus. Namun, KPK menemukan adanya penyimpangan besar, di mana pembagian dilakukan tidak sesuai aturan, yakni 50 persen untuk jemaah reguler dan 50 persen untuk jemaah khusus.
Penyidik KPK menduga terdapat praktik kolusi dan suap dalam proses distribusi kuota tersebut, termasuk kemungkinan adanya setoran tidak resmi dari sejumlah biro perjalanan atau pihak swasta untuk memperoleh jatah tambahan haji khusus.
“Dugaan adanya jual beli kuota petugas ini memperkuat indikasi bahwa pengelolaan kuota haji selama dua tahun terakhir tidak sepenuhnya bersih dan transparan,” kata salah satu sumber di internal penegak hukum yang enggan disebutkan namanya.
KPK juga telah memeriksa sejumlah pejabat Kemenag, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, serta beberapa pejabat yang menangani penyelenggaraan haji. Pemeriksaan tersebut untuk mengonfirmasi mekanisme pembagian kuota dan menelusuri pihak-pihak yang mendapat keuntungan dari aliran dana tersebut.
Selain menelusuri aspek korupsi, KPK juga menyoroti dampak sosial dari praktik ini. Jemaah haji yang seharusnya mendapat pendampingan medis atau bimbingan ibadah kini berpotensi dirugikan karena berkurangnya tenaga pendukung. Situasi ini bisa menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan di Tanah Suci, terutama bagi jemaah lanjut usia.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait