Tak berselang lama setelah menyerahkan air, abdi dalem tersebut diperintahkan lagi oleh PB X untuk kembali ke sendang. Bukan disuruh mengambil air, tapi justru diperintahkan membuat bangunan di sendang berbentuk segi 10.
"Masyarakat sini, dulu menggunakan sendang ini untuk kebutuhan sehari-hari. Saat itu, mereka menyebutnya sendang lanang (Pria-Red), sendang wedok (Wanita-Red). Dan setelah dibangun oleh Sinuwun PB X diberi nama Sendang Wicaksono," paparnya.
Tak cukup hanya mendirikan bangunan, PB X disebutkan Mbah Sidik, juga mengirim penunggu sendang. Hanya saja yang dikirim itu bukan abdi biasa, ia adalah sosok abdi dalem pungkuran, atau tidak kasat mata.
"Abdi dalem yang tidak kasat mata di boyong ke sendang ini. Namanya Nyi Roro Denok. Semula nama dukuh sini Punjen. Namun setelah Nyi Roro Denok jadi penunggu sendang, nama dusunnya diganti Denokan," ujarnya.
Sejak sendang dipugar, menurut Sidik, setiap malam masih banyak orang yang datang melakukan ritual tirakat dengan beragam niat.
Sekarang bangunan sendang yang sejak tahun 1950 terlihat angker, kuno, dan berlumut tertutup sendimen lumpur itu sudah terlihat asri, bersih, dan terawat.
Kondisi bangunan penunjang sendang juga dibuatkan taman dan tempat singgah yang rindang. Batas sendang dan sungai juga di talud, supaya sendang tidak lagi tertutup sedimen lumpur sungai.
Editor : Joko Piroso
Artikel Terkait